Saturday, January 8, 2011

Program BOS guna meningkatkan Mutu Pendidikan dan Implikasinya Terhadap Pemasukan Pajak Di Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu sektor utama yang menentukan perkembangan suatu negara. Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka semakin tinggi pula tingkat peradaban suatu bangsa. Namun kenyataannya tingkat pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan negara lain. Menurut hasil survei World Competitiveness Year Book dari tahun 1997 sampai tahun 2007 pendidikan Indonesia berada dalam urutan sebagai berikut pada tahun 1997 dari 49 negara yang diteliti Indonesia berada di urutan 39. Pada tahun 1999, dari 47 negara yang disurvei Indonesia berada pada urutan 46. Tahun 2002 dari 49 negara Indonesia berada pada urutan 47 dan pada tahun 2007 dari 55 negara yang disurvei, Indonesia menempati urutan yang ke 53. Ini menunjukkan bahwa masih rendahnya tingkat pendidikan di Indonesia.
Dalam Rangka Penuntasan Wajar 9 tahun yang bermutu, banyak program yang telah, sedang dan akan dilakukan. Program-program tersebut dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu pemerataan dan perluasan akses, peningkata mutu, relevansi dan daya saing dan tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik.
Salah satu program yang diharapkan berperan besar terhadap percepatan penuntasan Wajar 9 Tahun yang bermutu adalah program BOS. Meskipun tujuan utama program BOS adalah untuk pemerataan dan perluasan akses, program BOS juga merupakan program untuk peningkatan mutu, relevansi dan daya saing serta untuk tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik (www.pdkjateng.go.id). Dana BOS ini dianggarkan pemerintah dari APBN. Program dana bantuan operasional sekolah (BOS) terus meningkat setiap tahun. Pada 2008, Depdiknas menaikkan anggaran BOS menjadi Rp23,7 triliun. Dana itu digunakan untuk pengadaan buku dan kegiatan belajar mengajar di sekolah. Ahmad Faisol dari Institut Studi Arus Informasi (ISAI) mengatakan sebelumnya pada 2006 anggaran BOS sebesar Rp10,3 triliun dan Rp11,2 triliun pada 2007 (http://www.diknas-padang.org ). Dana APBN ini bersumber dari pemasukan negara, salah satunya dari pajak. Tak dapat dipungkiri, peran serta rakyat dengan membayar pajak ikut mendukung peningkatan mutu pendidikan di indonesia. Akan tetapi, pelaksanaan program BOS masih belum memenuhi target yang diinginkan pemerintah. Kinerja Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh dalam satu tahun terakhir ini dinilai sejumlah pengamat pendidikan masih belum optimal. Bahkan, mereka menilai, Mendiknas masih berkutat pada kebijakan yang bersifat populis untuk politik pencitraan(http://www.suarakarya-online.com).
Penelitian Bank Dunia terhadap 3.600 orang tua pada 720 sekolah di Indonesia mengungkapkan sebagian besar orang tua pernah mendengar tentang BOS (86,13 persen). Adapula orangtua yang hanya mengetahui singkatan BOS (46,67 persen), mengetahui tujuan BOS (44,78 persen), mengetahui jumlah dana BOS (2,49 persen), dan mengetahui penggunaan BOS (25,51 persen) (http://www.republika.co.id). Hal ini menunjukkan kurangnya sosialisasi program BOS di kalangan masyarakat.
Oleh karena hal diatas, penulis mencoba mencari tahu tentang pelaksanaan program BOS di indonesia, sebagai implementasi penyaluran dana pajak nasional guna meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Hal ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas program BOS guna meningkatkan mutu pendidikan dan efek jangka panjangnya terhadap peningkatan pemasukan pajak di Indonesia. Penelitian ini dikemas dalam karya tulis yang berjudul “Program BOS guna meningkatkan Mutu Pendidikan dan Implikasinya Terhadap Pemasukan Pajak Di Indonesia”.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pelaksanaan program BOS di Indonesia?
2. Bagaimana implikasi peningkatan mutu pendidikan melalui program BOS dengan pemasukan pajak di Indonesia?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pelaksanaan program BOS sebagai upaya pemerintah meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia
2. Untuk mengetahui implikasi peningkatan mutu pendidikan dengan peningkatan pemasukan pajak negara

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti
• Memberikan wawasan dan pengalaman dalam menyusun karya tulis
• Dapat menerapkan metode ilmiah seperti yang dilakukan oleh ilmuan dalam penelitian
• Menambah pengalaman dalam mencari data lapangan
• Membuat penulis menjadi lebih bermasyarakat
2. Bagi masyarakat
• Sebagai media sosialisasi program BOS kepada masyarakat sebagai wujud partisipasi mendukung peningkatan mutu pendidikan di Indonesia
3. Bagi Pemerintah
• Sebagai media sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya membayar pajak guna mendukung pembangunan nasional khususnya dibidang pendidikan

E. Batasan Masalah
Penelitian ini terbatas pada masalah pelaksanaan program BOS di Indonesia serta implikasinya terhadap peningkatan pendapatan pajak negara guna membangun Indonesia menjadi lebih baik.


BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pajak





Gambar 2.1 Pajak
1. Definisi
Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya sumber daya dari sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah. Pertama, berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang dan jasa. Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang dan jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat.
Sementara pemahaman pajak dari perspektif hukum menurut Soemitro merupakan suatu perikatan yang timbul karena adanya undang-undang yang menyebabkan timbulnya kewajiban warga negara untuk menyetorkan sejumlah penghasilan tertentu kepada negara, negara mempunyai kekuatan untuk memaksa dan uang pajak tersebut harus dipergunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan. Dari pendekatan hukum ini memperlihatkan bahwa pajak yang dipungut harus berdsarkan undang-undang sehingga menjamin adanya kepastian hukum, baik bagi fiskus sebagai pengumpul pajak maupun wajib pajak sebagai pembayar pajak.
Pajak menurut Pasal 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah "kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
2. Ciri pajak
Dari berbagai definisi yang diberikan terhadap pajak baik pengertian secara ekonomis (pajak sebagai pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah) atau pengertian secara yuridis (pajak adalah iuran yang dapat dipaksakan) dapat ditarik kesimpulan tentang ciri-ciri yang terdapat pada pengertian pajak antara lain sebagai berikut:
a. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang. Asas ini sesuai dengan perubahan ketiga UUD 1945 pasal 23A yang menyatakan "pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam undang-undang."
b. Tidak mendapatkan jasa timbal balik (konraprestasi perseorangan) yang dapat ditunjukkan secara langsung. Misalnya, orang yang taat membayar pajak kendaraan bermotor akan melalui jalan yang sama kualitasnya dengan orang yang tidak membayar pajak kendaraan bermotor.
1) Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan.
2) Pemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan dan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan perundag-undangan.
c. Selain fungsi budgeter (anggaran) yaitu fungsi mengisi Kas Negara/Anggaran Negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial (fungsi mengatur / regulatif).
3. Jenis Pajak
Di tinjau dari segi Lembaga Pemungut Pajak dapat di bagi menjadi dua jenis yaitu:
a. Pajak Negara
• Pajak Penghasilan
• Pajak Pertambahan Nilai
• Pajak Penjualan Barang Mewah
• Pajak Bumi dan Bangunan
• Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
• Pajak Bea Masuk dan Cukai
b. Pajak Daerah
• Pajak Kendaraan bermotor
• Pajak radio
• Pajak reklame
4. Fungsi pajak
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
a. Fungsi anggaran (budgetair)
Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak.
b. Fungsi mengatur (regulerend)
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.
c. Fungsi stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.
d. Fungsi redistribusi pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
5. Syarat pemungutan pajak
Tidaklah mudah untuk membebankan pajak pada masyarakat. Bila terlalu tinggi, masyarakat akan enggan membayar pajak. Namun bila terlalu rendah, maka pembangunan tidak akan berjalan karena dana yang kurang. Agar tidak menimbulkan berbagai maswalah, maka pemungutan pajak harus memenuhi persyaratan yaitu:
a. Pemungutan pajak harus adil
Seperti halnya produk hukum pajak pun mempunyai tujuan untuk menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak. Adil dalam perundang-undangan maupun adil dalam pelaksanaannya.
b. Pengaturan pajak harus berdasarkan UU
Sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi: "Pajak dan pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang", ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan UU tentang pajak, yaitu:
1) Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan UU tersebut harus dijamin kelancarannya
2) Jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diperlakukan secara umum
3) Jaminan hukum akan terjaganya kerasahiaan bagi para wajib pajak
c. Pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian
Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak mengganggu kondisi perekonomian, baik kegiatan produksi, perdagangan, maupun jasa. Pemungutan pajak jangan sampai merugikan kepentingan masyarakat dan menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok pajak, terutama masyarakat kecil dan menengah.
d. Pemungutan pajak harus efesien
Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus diperhitungkan. Jangan sampai pajak yang diterima lebih rendah daripada biaya pengurusan pajak tersebut. Oleh karena itu, sistem pemungutan pajak harus sederhana dan mudah untuk dilaksanakan. Dengan demikian, wajib pajak tidak akan mengalami kesulitan dalam pembayaran pajak baik dari segi penghitungan maupun dari segi waktu.
e. Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Bagaimana pajak dipungut akan sangat menentukan keberhasilan dalam pungutan pajak. Sistem yang sederhana akan memudahkan wajib pajak dalam menghitung beban pajak yang harus dibiayai sehingga akan memberikan dapat positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan kesadaran dalam pembayaran pajak. Sebaliknya, jika sistem pemungutan pajak rumit, orang akan semakin enggan membayar pajak.
6. Asas Pengenaan Pajak
Agar negara dapat mengenakan pajak kepada warganya atau kepada orang pribadi atau badan lain yang bukan warganya, tetapi mempunyai keterkaitan dengan negara tersebut, tentu saja harus ada ketentuan-ketentuan yang mengaturnya. Sebagai contoh di Indonesia, secara tegas dinyatakan dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa segala pajak untuk keuangan negara ditetapkan berdasarkan undang-undang. Untuk dapat menyusun suatu undang-undang perpajakan, diperlukan asas-asas atau dasar-dasar yang akan dijadikan landasan oleh negara untuk mengenakan pajak.
Terdapat beberapa asas yang dapat dipakai oleh negara sebagai asas dalam menentukan wewenangnya untuk mengenakan pajak, khususnya untuk pengenaan pajak penghasilan. Asas utama yang paling sering digunakan oleh negara sebagai landasan untuk mengenakan pajak adalah:
1. Asas domisili atau disebut juga asas kependudukan (domicile/residence principle), berdasarkan asas ini negara akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan, apabila untuk kepentingan perpajakan, orang pribadi tersebut merupakan penduduk (resident) atau berdomisili di negara itu atau apabila badan yang bersangkutan berkedudukan di negara itu. Dalam kaitan ini, tidak dipersoalkan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak itu berasal. Itulah sebabnya bagi negara yang menganut asas ini, dalam sistem pengenaan pajak terhadap penduduk-nya akan menggabungkan asas domisili (kependudukan) dengan konsep pengenaan pajak atas penghasilan baik yang diperoleh di negara itu maupun penghasilan yang diperoleh di luar negeri (world-wide income concept).
2. Asas sumber, Negara yang menganut asas sumber akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan hanya apabila penghasilan yang akan dikenakan pajak itu diperoleh atau diterima oleh orang pribadi atau badan yang bersangkutan dari sumber-sumber yang berada di negara itu. Dalam asas ini, tidak menjadi persoalan mengenai siapa dan apa status dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan tersebut sebab yang menjadi landasan penge¬naan pajak adalah objek pajak yang timbul atau berasal dari negara itu. Contoh: Tenaga kerja asing bekerja di Indonesia maka dari penghasilan yang didapat di Indonesia akan dikenakan pajak oleh pemerintah Indonesia.
3. Asas kebangsaan atau asas nasionalitas atau disebut juga asas kewarganegaraan (nationality/citizenship principle).Dalam asas ini, yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah status kewarganegaraan dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan. Berdasarkan asas ini, tidaklah menjadi persoalan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak berasal. Seperti halnya dalam asas domisili, sistem pengenaan pajak berdasarkan asas nasionalitas ini dilakukan dengan cara mengga¬bungkan asas nasionalitas dengan konsep pengenaan pajak atas world wide income.
Terdapat beberapa perbedaan prinsipil antara asas domisili atau kependudukan dan asas nasionalitas atau kewarganegaraan di satu pihak, dengan asas sumber di pihak lainnya. Pertama, pada kedua asas yang disebut pertama, kriteria yang dijadikan landasan kewenangan negara untuk mengenakan pajak adalah status subjek yang akan dikenakan pajak, yaitu apakah yang bersangkutan berstatus sebagai penduduk atau berdomisili (dalam asas domisili) atau berstatus sebagai warga negara (dalam asas nasionalitas). Di sini, asal muasal penghasilan yang menjadi objek pajak tidaklah begitu penting. Sementara itu, pada asas sumber, yang menjadi landasannya adalah status objeknya, yaitu apakah objek yang akan dikenakan pajak bersumber dari negara itu atau tidak. Status dari orang atau badan yang memperoleh atau menerima penghasilan tidak begitu penting. Kedua, pada kedua asas yang disebut pertama, pajak akan dikenakan terhadap penghasilan yang diperoleh di mana saja (world-wide income), sedangkan pada asas sumber, penghasilan yang dapat dikenakan pajak hanya terbatas pada penghasilan-penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber yang ada di negara yang bersangkutan.
Kebanyakan negara, tidak hanya mengadopsi salah satu asas saja, tetapi mengadopsi lebih dari satu asas, bisa gabungan asas domisili dengan asas sumber, gabungan asas nasionalitas dengan asas sumber, bahkan bisa gabungan ketiganya sekaligus.
Indonesia, dari ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, khususnya yang mengatur mengenai subjek pajak dan objek pajak, dapat disimpulkan bahwa Indonesia menganut asas domisili dan asas sumber sekaligus dalam sistem perpajakannya. Indonesia juga menganut asas kewarganegaraan yang parsial, yaitu khusus dalam ketentuan yang mengatur mengenai pengecualian subjek pajak untuk orang pribadi.
Jepang, misalnya untuk individu yang merupakan penduduk (resident individual) menggunakan asas domisili, di mana berdasarkan asas ini seorang penduduk Jepang berkewajiban membayar pajak penghasilan atas keseluruhan penghasilan yang diperolehnya, baik yang diperoleh di Jepang maupun di luar Jepang. Sementara itu, untuk yang bukan penduduk (non-resident) Jepang, dan badan-badan usaha luar negeri berkewajiban untuk membayar pajak penghasilan atas setiap penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber di Jepang.
Australia, untuk semua badan usaha milik negara maupun swasta yang berkedudukan di Australia, dikenakan pajak atas seluruh penghasilan yang diperoleh dari seluruh sumber penghasilan. Semen¬tara itu, untuk badan usaha luar negeri, hanya dikenakan pajak atas penghasilan dari sumber yang ada di Australia.


B. APBN
1. PENGERTIAN APBN








Gambar 2.2 APBN
APBN (Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara) adalah adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember). APBN, Perubahan APBN, dan Pertanggungjawaban APBN setiap tahun ditetapkan dengan Undang-Undang.
2. TAHAPAN PENYUSUNAN, PELAKSANAAN, & PERTANGGUNGJAWABAN APBN
a. Penyusunan APBN
Pemerintah mengajukan Rancangan APBN dalam bentuk RUU tentang APBN kepada DPR. Setelah melalui pembahasan, DPR menetapkan Undang-Undang tentang APBN selambat-lambatnya 2 bulan sebelum tahun anggaran dilaksanakan.
b. Pelaksanaan APBN
Setelah APBN ditetapkan dengan Undang-Undang, pelaksanaan APBN dituangkan lebih lanjut dengan Peraturan Presiden.
Berdasarkan perkembangan, di tengah-tengah berjalannya tahun anggaran, APBN dapat mengalami revisi/perubahan. Untuk melakukan revisi APBN, Pemerintah harus mengajukan RUU Perubahan APBN untuk mendapatkan persetujuan DPR.
Dalam keadaan darurat (misalnya terjadi bencana alam), Pemerintah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya.
c. Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN
Selambatnya 6 bulan setelah tahun anggaran berakhir, Presiden menyampaikan RUU tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN kepada DPR berupa Laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
3. STRUKTUR APBN
Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara saat ini adalah:
a. Belanja Negara
Belanja terdiri atas dua jenis:
1) Belanja Pemerintah Pusat, adalah belanja yang digunakan untuk membiayai kegiatan pembangunan Pemerintah Pusat, baik yang dilaksanakan di pusat maupun di daerah (dekonsentrasi dan tugas pembantuan). Belanja Pemerintah Pusat dapat dikelompokkan menjadi: Belanja Pegawai, Belanja Barang, Belanja Modal, Pembiayaan Bunga Utang, Subsidi BBM dan Subsidi Non-BBM, Belanja Hibah, Belanja Sosial (termasuk Penanggulangan Bencana), dan Belanja Lainnya.
2) Belanja Daerah, adalah belanja yang dibagi-bagi ke Pemerintah Daerah, untuk kemudian masuk dalam pendapatan APBD daerah yang bersangkutan. Belanja Daerah meliputi:
a) Dana Bagi Hasil
b) Dana Alokasi Umum
c) Dana Alokasi Khusus
d) Dana Otonomi Khusus.
b. Pembiayaan
Pembiayaan meliputi:
1) Pembiayaan Dalam Negeri, meliputi Pembiayaan Perbankan, Privatisasi, Surat Utang Negara, serta penyertaan modal negara.
2) Pembiayaan Luar Negeri, meliputi:
a) Penarikan Pinjaman Luar Negeri, terdiri atas Pinjaman Program dan Pinjaman Proyek
b) Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri, terdiri atas Jatuh Tempo dan Moratorium.
4. Asumsi APBN
Dalam penyusunan APBN, pemerintah menggunakan 7 indikator perekonomian makro, yaitu:
a. Produk Domestik Bruto (PDB) dalam rupiah
b. Pertumbuhan ekonomi tahunan (%)
c. Inflasi (%)
d. Nilai tukar rupiah per USD
e. Suku bunga SBI 3 bulan (%)
f. Harga minyak indonesia (USD/barel)
g. Produksi minyak Indonesia (barel/hari)
5. Teori mengenai APBN
a. Fungsi APBN
APBN merupakan instrumen untuk mengatur pengeluaran dan pendapatan negara dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatanpemerintahan dan pembangunan, mencapai pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan nasional, mencapai stabitas perekonomian, dan menentukan arah serta prioritas pembangunan secara umum.
APBN mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban negara dalam suatu tahun anggaran harus dimasukkan dalam APBN. Surplus penerimaan negara dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran negara tahun anggaran berikutnya.
 Fungsi otorisasi, mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan, Dengan demikian, pembelanjaan atau pendapatan dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat.
 Fungsi perencanaan, mengandung arti bahwa anggaran negara dapat menjadi pedoman bagi negara untuk merencanakan kegiatan pada tahun tersebut. Bila suatu pembelanjaan telah direncanakan sebelumnya, maka negara dapat membuat rencana-rencana untuk medukung pembelanjaan tersebut. Misalnya, telah direncanakan dan dianggarkan akan membangun proyek pembangunan jalan dengan nilai sekian miliar. Maka, pemerintah dapat mengambil tindakan untuk mempersiapkan proyek tersebut agar bisa berjalan dengan lancar.
 Fungsi pengawasan, berarti anggaran negara harus menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahnegara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian akan mudah bagi rakyat untuk menilai apakah tindakan pemerintah menggunakan uang negara untuk keperluan tertentu itu dibenarkan atau tidak.
 Fungsi alokasi, berarti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya serta meningkatkan efesiensi dan efektivitas perekonomian.
 Fungsi distribusi, berarti bahwa kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan
 Fungsi stabilisasi, memiliki makna bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.
b. Prinsip penyusunan APBN
Berdasarkan aspek pendapatan, prinsip penyusunan APBN ada tiga, yaitu:
 Intensifikasi penerimaan anggaran dalam jumlah dan kecepatan penyetoran.
 Intensifikasi penagihan dan pemungutan piutang negara.
 Penuntutan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh negara dan penuntutan denda.
Sementara berdasarkan aspek pengeluaran, prinsip penyusunan APBN adalah:
 Hemat, efesien, dan sesuai dengan kebutuhan.
 Terarah, terkendali, sesuai dengan rencana program atau kegiatan.
 Semaksimah mungkin menggunakan hasil produksi dalam negeri dengan memperhatikan kemampuan atau potensi nasional.
c. Azas penyusunan APBN
APBN disusun dengan berdasarkan azas-azas:
 Kemandirian, yaitu meningkatkan sumber penerimaan dalam negeri.
 Penghematan atau peningkatan efesiensi dan produktivitas.
 Penajaman prioritas pembangunan
 Menitik beratkan pada azas-azas dan undang-undang negara



C. Pendidikan di Indonesia

Gambar 2.3 Pendidikan Di Indonesia
Pendidikan di Indonesia adalah seluruh pendidikan yang diselenggarakan di Indonesia, baik itu secara terstruktur maupun tidak terstruktur. Secara terstruktur, pendidikan di Indonesia menjadi tanggung jawab Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia(Kemdiknas), dahulu bernama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Depdikbud). Di Indonesia semua penduduk wajib mengikuti pendidikan dasar selama sembilan tahun, enam tahun di sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah dan tiga tahun di sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah.
Pendidikan didefinisikan sebagai usaha terencana untuk membangun lingkungan belajar dan proses pembelajaran, sehingga para anak didik dapat secara giat mengembangkan potensi masing-masing guna memperbaiki taraf kerohanian, kesadaran, kepribadian, kecerdasan, keetisan, dan kekreatifan yang sesuai bagi masing-masing, bagi sesama warga negara, maupun bagi bangsa. Konstitusi nasional juga mencantumkan bahwa pendidikan di Indonesia terbagi ke dalam dua bagian utama, yaitu formal dan non-formal. Pendidikan formal dibagi lagi ke dalam tiga tingkatan, yaitu dasar, menengah, dan tinggi.


D. Dana BOS
1. Pengertian BOS




Gambar 2.4 Dana BOS
BOS adalah program pemerintah untuk penyediaan pendanaan biaya nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana program wajib belajar.
2. Tujuan Bantuan Operasional Sekolah
Secara umum program BOS bertujuan untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dalam rangka wajib belajar 9 tahun yang bermutu.
Secara khusus program BOS bertujuan untuk:
a. Menggratiskan seluruh siswa miskin di tingkat pendidikan dasar dari beban biaya operasional sekolah, baik di sekolah negeri maupun sekolah swasta.
b. Menggratiskan seluruh siswa SD negeri dan SMP negeri terhadap biaya operasional sekolah, kecuali pada rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) dan sekolah bertaraf internasional (SBI).
c. Meringankan beban biaya operasional sekolah bagi siswa di sekolah swasta.
3. Sasaran Program dan Besar Bantuan
Sasaran program BOS adalah semua sekolah SD dan SMP, termasuk Sekolah Menengah Terbuka (SMPT) dan Tempat Kegiatan Belajar Mandiri (TKBM) yang diselenggarakan oleh masyarakat, baik negeri maupun swasta di seluruh provinsi di Indonesia. Program Kejar Paket A dan Paket B tidak termasuk sasaran dari program BOS ini.
Besar biaya satuan BOS yang diterima oleh sekolah termasuk untuk BOS Buku, dihitung berdasarkan jumlah siswa dengan ketentuan:
• ¾ SD/SDLB di kota : Rp 400.000,-/siswa/tahun
• ¾ SD/SDLB di kabupaten : Rp 397.000,-/siswa/tahun
• ¾ SMP/SMPLB/SMPT di kota : Rp 575.000,-/siswa/tahun
• ¾ SMP/SMPLB/SMPT di kabupaten : Rp 570.000,-/siswa/tahun
4. Waktu Penyaluran Dana
Tahun Anggaran 2009, dana BOS akan diberikan selama 12 bulan untuk periode Januari sampai Desember 2009, yaitu semester 2 tahun pelajaran 2008/2009 dan semester 1 tahun pelajaran 2009/2010. Penyaluran dana dilakukan setiap periode 3 bulanan, yaitu periode Januari-Maret, April-Juni, Juli-September dan Oktober-Desember. Penyaluran diharapkan dilakukan di bulan pertama setiap triwulan.
5. Landasan Hukum
Landasan hukum dalam pelaksanaan program BOS Tahun 2009 meliputi semua peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu:
a. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945.
b. Undang-Undang No. 17 Tahun 1965 tentang Pembentukan Badan Pemeriksa Keuangan.
c. Undang-Undang No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 43 Tahun 1999.
d. Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
e. Undang-Undang No. 17 Tahun 2000 tentang Bendaharawan Wajib Memungut Pajak Penghasilan.
f. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
g. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
h. Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
i. Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
j. Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
k. Peraturan Pemerintah No. 106 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan dalam pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.
l. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom.
m. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
n. Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar
o. Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan
p. Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2006 tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara.
q. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 036/U/1995 tentang Pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar.
r. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 060/U/2002 tentang Pedoman Pendirian Sekolah.
s. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 078/M/2008 Tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi 145 Judul Buku Teks Pelajaran Yang Yang Hak Ciptanya Dibeli Oleh Departemen Pendidikan Nasional
t. Peraturan Mendiknas No. 46 Tahun 2007 Tentang Penetapan Buku Teks Pelajaran Yang Memenuhi Syarat Kelayakan Untuk Digunakan Dalam Proses Pembelajaran
u. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 2 Tahun 2008 Tentang Buku Panduan BOS & BOS Buku 6 Panduan BOS & BOS Buku
v. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 12 Tahun 2008 Tentang Penetapan Buku Teks Pelajaran Yang Memenuhi Syarat Kelayakan Untuk Digunakan Dalam Proses Pembelajaran
w. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 28 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 13 Tahun 2008 tentang Harga Eceran Tertinggi Buku Teks Pelajaran Yang Hak Ciptanya Dibeli Oleh Departemen Pendidikan Nasional
x. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 34 Tahun 2008 Tentang Penetapan Buku Teks Pelajaran Yang Memenuhi Syarat Kelayakan untuk Digunakan dalam Proses Pembelajaran (SD: PKn, IPA, IPS, Matematika, Bahasa Indonesia dan SMP: IPA, IPS, Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris)
y. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 41 Tahun 2008 Tentang Penetapan Buku Teks Pelajaran Yang Memenuhi Syarat Kelayakan untuk Digunakan dalam Proses Pembelajaran
z. Surat Edaran Dirjen Pajak Departemen Keuangan Republik Indonesia No. SE-02/PJ./2006, tentang Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan Sehubungan dengan Penggunaan Dana Bantuan Operasional (BOS) oleh Bendaharawan atau Penanggung-Jawab Pengelolaan Penggunaan Dana BOS di Masing-Masing Unit Penerima BOS.


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian
Dalam melakukan penulisan ini penulis menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif adalah metode penulisan non hipotesis yang bertujuan menggambarkan keadaan yang datanya berupa kuantitatif dan kualitatif (Arikunto: 1998; 245). Data kuantitatif berupa angka-angka hasil perhitungan, kemudian dibandingkan dan diklasifikasikan. Sedangkan data kualitatif digambarkan dengan kata-kata menurut kategori untuk mendapat kesimpulan. Metode ini dipilih karena penulisan ini menyangkut upaya penulis untuk mengukur efektifitas program BOS guna meningkatan mutu pendidikan di indonesia. Data kuantitatif digunakan untuk mengetahui implikasi peningkatan mutu pendidikan dengan peningkatan pemasukan pajak negara. Dalam penulisan ini, metode deskriptif mempermudah penulis mengukur pelaksanaan program BOS guna meningkatan mutu pendidikan dan mengetahui implikasinya terhadap peningkatan pemasukan pajak di Indonesia.

B. Waktu dan Tempat Penulisan
A. Waktu Penulisan
Penulisan dilaksanakan mulai tanggal 1-20 Oktober 2010.
B. Tempat Penulisan
Penulisan ini dilakukan di:
a. Rumah Ichwan Santoso
Desa Sampung, Kec. Sampung, Kab. Ponorogo.
b. SMA Negeri 1 Ponorogo
Jalan Budi Utomo No. 1 Ponorogo



C. Kegiatan Penelitian
Tabel 3.1 Kegiatan Penelitian
No Kegiatan Waktu Tempat
1 Merumuskan Judul 1 Oktober 2010 SMA 1 Ponorogo
2 Mencari Kajian Pustaka dari Buku-Buku,Media Cetak dan Elektronik 2-9 Oktober 2010 Menyesuaikan
3 Penyebaran Angket 10 Oktober 2010 SMA 1 Ponorogo
4 Rekapitulasi Data Angket 11 Oktober 2010 Rumah Ichwan Santoso
5 Konsultasi dengan pembina 12 Oktober 2010 Menyesuaikan
6 Pengolahan data dan penyusunan karya tulis 13-20 Oktober 2010 Menyesuaikan

D. Instrumen Penelitian
Pada penulisan ini , peneliti menggunakan beberapa instrumen penulisan sebagai berikut:
1. Angket : Instrumen ini digunakan untuk mengetahui keadaan suatu obyek dengan cara memberikan pertanyaan tertulis pada selembar kertas. Biasanya pertanyaan angket disusun dalam bentuk multiple choice dengan tambahan beberapa jawaban subyektif. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan instrumen ini untuk mengetahui tanggapan masyarakat terhadap program BOS yang dicanangkan pemerintah guna meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.
2. Kajian Literatur : Peneliti melakukan kajian literatur baik dari media internet, buku, maupun dari majalah untuk mengetahui pelaksanaan program BOS di Indonesia.
3. Foto: adalah instrumen yang digunakan untuk menelaah segi-segi subyektif dan hasilnya dianalisis secara induktif yaitu menganalisis data khusus untuk mendapatkan gambaran yang bersifat umum. Pada penulisan ini, foto diambil dari foto yang dihasilkan orang lain maupun penulis sendiri.

E. Sampel Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti memilih sampel penelitian dari siswa SMA Negeri 1 Ponorogo dari kelas X, XI, dan XII masing-masing:
1. 50 siswa kelas X
2. 50 siswa kelas XI
3. 50 siswa kelas XII

F. Responden Penelitian
Untuk memperoleh data, peneliti memilih responden penelitian dari Pelajar dari SMAN 1 Ponorogo sebanyak 150 siswa. 150 responden ini akan diberi angket guna mengumpulkan data tentang pendapat masyarakat terhadap program BOS yang dicanangkan pemerintah

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu sektor utama yang menentukan perkembangan suatu negara. Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka semakin tinggi pula tingkat peradaban suatu bangsa. Namun kenyataannya tingkat pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan negara lain. Menurut hasil survei World Competitiveness Year Book dari tahun 1997 sampai tahun 2007 pendidikan Indonesia berada dalam urutan sebagai berikut pada tahun 1997 dari 49 negara yang diteliti Indonesia berada di urutan 39. Pada tahun 1999, dari 47 negara yang disurvei Indonesia berada pada urutan 46. Tahun 2002 dari 49 negara Indonesia berada pada urutan 47 dan pada tahun 2007 dari 55 negara yang disurvei, Indonesia menempati urutan yang ke 53. Ini menunjukkan bahwa masih rendahnya tingkat pendidikan di Indonesia.
Dalam Rangka Penuntasan Wajar 9 tahun yang bermutu, banyak program yang telah, sedang dan akan dilakukan. Program-program tersebut dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu pemerataan dan perluasan akses, peningkata mutu, relevansi dan daya saing dan tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik.
Salah satu program yang diharapkan berperan besar terhadap percepatan penuntasan Wajar 9 Tahun yang bermutu adalah program BOS. Meskipun tujuan utama program BOS adalah untuk pemerataan dan perluasan akses, program BOS juga merupakan program untuk peningkatan mutu, relevansi dan daya saing serta untuk tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik (www.pdkjateng.go.id). Dana BOS ini dianggarkan pemerintah dari APBN. Program dana bantuan operasional sekolah (BOS) terus meningkat setiap tahun. Pada 2008, Depdiknas menaikkan anggaran BOS menjadi Rp23,7 triliun. Dana itu digunakan untuk pengadaan buku dan kegiatan belajar mengajar di sekolah. Ahmad Faisol dari Institut Studi Arus Informasi (ISAI) mengatakan sebelumnya pada 2006 anggaran BOS sebesar Rp10,3 triliun dan Rp11,2 triliun pada 2007 (http://www.diknas-padang.org ). Dana APBN ini bersumber dari pemasukan negara, salah satunya dari pajak. Tak dapat dipungkiri, peran serta rakyat dengan membayar pajak ikut mendukung peningkatan mutu pendidikan di indonesia. Akan tetapi, pelaksanaan program BOS masih belum memenuhi target yang diinginkan pemerintah. Kinerja Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh dalam satu tahun terakhir ini dinilai sejumlah pengamat pendidikan masih belum optimal. Bahkan, mereka menilai, Mendiknas masih berkutat pada kebijakan yang bersifat populis untuk politik pencitraan(http://www.suarakarya-online.com).
Penelitian Bank Dunia terhadap 3.600 orang tua pada 720 sekolah di Indonesia mengungkapkan sebagian besar orang tua pernah mendengar tentang BOS (86,13 persen). Adapula orangtua yang hanya mengetahui singkatan BOS (46,67 persen), mengetahui tujuan BOS (44,78 persen), mengetahui jumlah dana BOS (2,49 persen), dan mengetahui penggunaan BOS (25,51 persen) (http://www.republika.co.id). Hal ini menunjukkan kurangnya sosialisasi program BOS di kalangan masyarakat.
Oleh karena hal diatas, penulis mencoba mencari tahu tentang pelaksanaan program BOS di indonesia, sebagai implementasi penyaluran dana pajak nasional guna meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Hal ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas program BOS guna meningkatkan mutu pendidikan dan efek jangka panjangnya terhadap peningkatan pemasukan pajak di Indonesia. Penelitian ini dikemas dalam karya tulis yang berjudul “Program BOS guna meningkatkan Mutu Pendidikan dan Implikasinya Terhadap Pemasukan Pajak Di Indonesia”.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pelaksanaan program BOS di Indonesia?
2. Bagaimana implikasi peningkatan mutu pendidikan melalui program BOS dengan pemasukan pajak di Indonesia?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pelaksanaan program BOS sebagai upaya pemerintah meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia
2. Untuk mengetahui implikasi peningkatan mutu pendidikan dengan peningkatan pemasukan pajak negara

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti
• Memberikan wawasan dan pengalaman dalam menyusun karya tulis
• Dapat menerapkan metode ilmiah seperti yang dilakukan oleh ilmuan dalam penelitian
• Menambah pengalaman dalam mencari data lapangan
• Membuat penulis menjadi lebih bermasyarakat
2. Bagi masyarakat
• Sebagai media sosialisasi program BOS kepada masyarakat sebagai wujud partisipasi mendukung peningkatan mutu pendidikan di Indonesia
3. Bagi Pemerintah
• Sebagai media sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya membayar pajak guna mendukung pembangunan nasional khususnya dibidang pendidikan

E. Batasan Masalah
Penelitian ini terbatas pada masalah pelaksanaan program BOS di Indonesia serta implikasinya terhadap peningkatan pendapatan pajak negara guna membangun Indonesia menjadi lebih baik.


BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pajak





Gambar 2.1 Pajak
1. Definisi
Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya sumber daya dari sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah. Pertama, berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang dan jasa. Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang dan jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat.
Sementara pemahaman pajak dari perspektif hukum menurut Soemitro merupakan suatu perikatan yang timbul karena adanya undang-undang yang menyebabkan timbulnya kewajiban warga negara untuk menyetorkan sejumlah penghasilan tertentu kepada negara, negara mempunyai kekuatan untuk memaksa dan uang pajak tersebut harus dipergunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan. Dari pendekatan hukum ini memperlihatkan bahwa pajak yang dipungut harus berdsarkan undang-undang sehingga menjamin adanya kepastian hukum, baik bagi fiskus sebagai pengumpul pajak maupun wajib pajak sebagai pembayar pajak.
Pajak menurut Pasal 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah "kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
2. Ciri pajak
Dari berbagai definisi yang diberikan terhadap pajak baik pengertian secara ekonomis (pajak sebagai pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah) atau pengertian secara yuridis (pajak adalah iuran yang dapat dipaksakan) dapat ditarik kesimpulan tentang ciri-ciri yang terdapat pada pengertian pajak antara lain sebagai berikut:
a. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang. Asas ini sesuai dengan perubahan ketiga UUD 1945 pasal 23A yang menyatakan "pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam undang-undang."
b. Tidak mendapatkan jasa timbal balik (konraprestasi perseorangan) yang dapat ditunjukkan secara langsung. Misalnya, orang yang taat membayar pajak kendaraan bermotor akan melalui jalan yang sama kualitasnya dengan orang yang tidak membayar pajak kendaraan bermotor.
1) Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan.
2) Pemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan dan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan perundag-undangan.
c. Selain fungsi budgeter (anggaran) yaitu fungsi mengisi Kas Negara/Anggaran Negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial (fungsi mengatur / regulatif).
3. Jenis Pajak
Di tinjau dari segi Lembaga Pemungut Pajak dapat di bagi menjadi dua jenis yaitu:
a. Pajak Negara
• Pajak Penghasilan
• Pajak Pertambahan Nilai
• Pajak Penjualan Barang Mewah
• Pajak Bumi dan Bangunan
• Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
• Pajak Bea Masuk dan Cukai
b. Pajak Daerah
• Pajak Kendaraan bermotor
• Pajak radio
• Pajak reklame
4. Fungsi pajak
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
a. Fungsi anggaran (budgetair)
Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak.
b. Fungsi mengatur (regulerend)
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.
c. Fungsi stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.
d. Fungsi redistribusi pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
5. Syarat pemungutan pajak
Tidaklah mudah untuk membebankan pajak pada masyarakat. Bila terlalu tinggi, masyarakat akan enggan membayar pajak. Namun bila terlalu rendah, maka pembangunan tidak akan berjalan karena dana yang kurang. Agar tidak menimbulkan berbagai maswalah, maka pemungutan pajak harus memenuhi persyaratan yaitu:
a. Pemungutan pajak harus adil
Seperti halnya produk hukum pajak pun mempunyai tujuan untuk menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak. Adil dalam perundang-undangan maupun adil dalam pelaksanaannya.
b. Pengaturan pajak harus berdasarkan UU
Sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi: "Pajak dan pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang", ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan UU tentang pajak, yaitu:
1) Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan UU tersebut harus dijamin kelancarannya
2) Jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diperlakukan secara umum
3) Jaminan hukum akan terjaganya kerasahiaan bagi para wajib pajak
c. Pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian
Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak mengganggu kondisi perekonomian, baik kegiatan produksi, perdagangan, maupun jasa. Pemungutan pajak jangan sampai merugikan kepentingan masyarakat dan menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok pajak, terutama masyarakat kecil dan menengah.
d. Pemungutan pajak harus efesien
Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus diperhitungkan. Jangan sampai pajak yang diterima lebih rendah daripada biaya pengurusan pajak tersebut. Oleh karena itu, sistem pemungutan pajak harus sederhana dan mudah untuk dilaksanakan. Dengan demikian, wajib pajak tidak akan mengalami kesulitan dalam pembayaran pajak baik dari segi penghitungan maupun dari segi waktu.
e. Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Bagaimana pajak dipungut akan sangat menentukan keberhasilan dalam pungutan pajak. Sistem yang sederhana akan memudahkan wajib pajak dalam menghitung beban pajak yang harus dibiayai sehingga akan memberikan dapat positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan kesadaran dalam pembayaran pajak. Sebaliknya, jika sistem pemungutan pajak rumit, orang akan semakin enggan membayar pajak.
6. Asas Pengenaan Pajak
Agar negara dapat mengenakan pajak kepada warganya atau kepada orang pribadi atau badan lain yang bukan warganya, tetapi mempunyai keterkaitan dengan negara tersebut, tentu saja harus ada ketentuan-ketentuan yang mengaturnya. Sebagai contoh di Indonesia, secara tegas dinyatakan dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa segala pajak untuk keuangan negara ditetapkan berdasarkan undang-undang. Untuk dapat menyusun suatu undang-undang perpajakan, diperlukan asas-asas atau dasar-dasar yang akan dijadikan landasan oleh negara untuk mengenakan pajak.
Terdapat beberapa asas yang dapat dipakai oleh negara sebagai asas dalam menentukan wewenangnya untuk mengenakan pajak, khususnya untuk pengenaan pajak penghasilan. Asas utama yang paling sering digunakan oleh negara sebagai landasan untuk mengenakan pajak adalah:
1. Asas domisili atau disebut juga asas kependudukan (domicile/residence principle), berdasarkan asas ini negara akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan, apabila untuk kepentingan perpajakan, orang pribadi tersebut merupakan penduduk (resident) atau berdomisili di negara itu atau apabila badan yang bersangkutan berkedudukan di negara itu. Dalam kaitan ini, tidak dipersoalkan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak itu berasal. Itulah sebabnya bagi negara yang menganut asas ini, dalam sistem pengenaan pajak terhadap penduduk-nya akan menggabungkan asas domisili (kependudukan) dengan konsep pengenaan pajak atas penghasilan baik yang diperoleh di negara itu maupun penghasilan yang diperoleh di luar negeri (world-wide income concept).
2. Asas sumber, Negara yang menganut asas sumber akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan hanya apabila penghasilan yang akan dikenakan pajak itu diperoleh atau diterima oleh orang pribadi atau badan yang bersangkutan dari sumber-sumber yang berada di negara itu. Dalam asas ini, tidak menjadi persoalan mengenai siapa dan apa status dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan tersebut sebab yang menjadi landasan penge¬naan pajak adalah objek pajak yang timbul atau berasal dari negara itu. Contoh: Tenaga kerja asing bekerja di Indonesia maka dari penghasilan yang didapat di Indonesia akan dikenakan pajak oleh pemerintah Indonesia.
3. Asas kebangsaan atau asas nasionalitas atau disebut juga asas kewarganegaraan (nationality/citizenship principle).Dalam asas ini, yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah status kewarganegaraan dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan. Berdasarkan asas ini, tidaklah menjadi persoalan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak berasal. Seperti halnya dalam asas domisili, sistem pengenaan pajak berdasarkan asas nasionalitas ini dilakukan dengan cara mengga¬bungkan asas nasionalitas dengan konsep pengenaan pajak atas world wide income.
Terdapat beberapa perbedaan prinsipil antara asas domisili atau kependudukan dan asas nasionalitas atau kewarganegaraan di satu pihak, dengan asas sumber di pihak lainnya. Pertama, pada kedua asas yang disebut pertama, kriteria yang dijadikan landasan kewenangan negara untuk mengenakan pajak adalah status subjek yang akan dikenakan pajak, yaitu apakah yang bersangkutan berstatus sebagai penduduk atau berdomisili (dalam asas domisili) atau berstatus sebagai warga negara (dalam asas nasionalitas). Di sini, asal muasal penghasilan yang menjadi objek pajak tidaklah begitu penting. Sementara itu, pada asas sumber, yang menjadi landasannya adalah status objeknya, yaitu apakah objek yang akan dikenakan pajak bersumber dari negara itu atau tidak. Status dari orang atau badan yang memperoleh atau menerima penghasilan tidak begitu penting. Kedua, pada kedua asas yang disebut pertama, pajak akan dikenakan terhadap penghasilan yang diperoleh di mana saja (world-wide income), sedangkan pada asas sumber, penghasilan yang dapat dikenakan pajak hanya terbatas pada penghasilan-penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber yang ada di negara yang bersangkutan.
Kebanyakan negara, tidak hanya mengadopsi salah satu asas saja, tetapi mengadopsi lebih dari satu asas, bisa gabungan asas domisili dengan asas sumber, gabungan asas nasionalitas dengan asas sumber, bahkan bisa gabungan ketiganya sekaligus.
Indonesia, dari ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, khususnya yang mengatur mengenai subjek pajak dan objek pajak, dapat disimpulkan bahwa Indonesia menganut asas domisili dan asas sumber sekaligus dalam sistem perpajakannya. Indonesia juga menganut asas kewarganegaraan yang parsial, yaitu khusus dalam ketentuan yang mengatur mengenai pengecualian subjek pajak untuk orang pribadi.
Jepang, misalnya untuk individu yang merupakan penduduk (resident individual) menggunakan asas domisili, di mana berdasarkan asas ini seorang penduduk Jepang berkewajiban membayar pajak penghasilan atas keseluruhan penghasilan yang diperolehnya, baik yang diperoleh di Jepang maupun di luar Jepang. Sementara itu, untuk yang bukan penduduk (non-resident) Jepang, dan badan-badan usaha luar negeri berkewajiban untuk membayar pajak penghasilan atas setiap penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber di Jepang.
Australia, untuk semua badan usaha milik negara maupun swasta yang berkedudukan di Australia, dikenakan pajak atas seluruh penghasilan yang diperoleh dari seluruh sumber penghasilan. Semen¬tara itu, untuk badan usaha luar negeri, hanya dikenakan pajak atas penghasilan dari sumber yang ada di Australia.


B. APBN
1. PENGERTIAN APBN








Gambar 2.2 APBN
APBN (Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara) adalah adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember). APBN, Perubahan APBN, dan Pertanggungjawaban APBN setiap tahun ditetapkan dengan Undang-Undang.
2. TAHAPAN PENYUSUNAN, PELAKSANAAN, & PERTANGGUNGJAWABAN APBN
a. Penyusunan APBN
Pemerintah mengajukan Rancangan APBN dalam bentuk RUU tentang APBN kepada DPR. Setelah melalui pembahasan, DPR menetapkan Undang-Undang tentang APBN selambat-lambatnya 2 bulan sebelum tahun anggaran dilaksanakan.
b. Pelaksanaan APBN
Setelah APBN ditetapkan dengan Undang-Undang, pelaksanaan APBN dituangkan lebih lanjut dengan Peraturan Presiden.
Berdasarkan perkembangan, di tengah-tengah berjalannya tahun anggaran, APBN dapat mengalami revisi/perubahan. Untuk melakukan revisi APBN, Pemerintah harus mengajukan RUU Perubahan APBN untuk mendapatkan persetujuan DPR.
Dalam keadaan darurat (misalnya terjadi bencana alam), Pemerintah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya.
c. Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN
Selambatnya 6 bulan setelah tahun anggaran berakhir, Presiden menyampaikan RUU tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN kepada DPR berupa Laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
3. STRUKTUR APBN
Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara saat ini adalah:
a. Belanja Negara
Belanja terdiri atas dua jenis:
1) Belanja Pemerintah Pusat, adalah belanja yang digunakan untuk membiayai kegiatan pembangunan Pemerintah Pusat, baik yang dilaksanakan di pusat maupun di daerah (dekonsentrasi dan tugas pembantuan). Belanja Pemerintah Pusat dapat dikelompokkan menjadi: Belanja Pegawai, Belanja Barang, Belanja Modal, Pembiayaan Bunga Utang, Subsidi BBM dan Subsidi Non-BBM, Belanja Hibah, Belanja Sosial (termasuk Penanggulangan Bencana), dan Belanja Lainnya.
2) Belanja Daerah, adalah belanja yang dibagi-bagi ke Pemerintah Daerah, untuk kemudian masuk dalam pendapatan APBD daerah yang bersangkutan. Belanja Daerah meliputi:
a) Dana Bagi Hasil
b) Dana Alokasi Umum
c) Dana Alokasi Khusus
d) Dana Otonomi Khusus.
b. Pembiayaan
Pembiayaan meliputi:
1) Pembiayaan Dalam Negeri, meliputi Pembiayaan Perbankan, Privatisasi, Surat Utang Negara, serta penyertaan modal negara.
2) Pembiayaan Luar Negeri, meliputi:
a) Penarikan Pinjaman Luar Negeri, terdiri atas Pinjaman Program dan Pinjaman Proyek
b) Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri, terdiri atas Jatuh Tempo dan Moratorium.
4. Asumsi APBN
Dalam penyusunan APBN, pemerintah menggunakan 7 indikator perekonomian makro, yaitu:
a. Produk Domestik Bruto (PDB) dalam rupiah
b. Pertumbuhan ekonomi tahunan (%)
c. Inflasi (%)
d. Nilai tukar rupiah per USD
e. Suku bunga SBI 3 bulan (%)
f. Harga minyak indonesia (USD/barel)
g. Produksi minyak Indonesia (barel/hari)
5. Teori mengenai APBN
a. Fungsi APBN
APBN merupakan instrumen untuk mengatur pengeluaran dan pendapatan negara dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatanpemerintahan dan pembangunan, mencapai pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan nasional, mencapai stabitas perekonomian, dan menentukan arah serta prioritas pembangunan secara umum.
APBN mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban negara dalam suatu tahun anggaran harus dimasukkan dalam APBN. Surplus penerimaan negara dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran negara tahun anggaran berikutnya.
 Fungsi otorisasi, mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan, Dengan demikian, pembelanjaan atau pendapatan dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat.
 Fungsi perencanaan, mengandung arti bahwa anggaran negara dapat menjadi pedoman bagi negara untuk merencanakan kegiatan pada tahun tersebut. Bila suatu pembelanjaan telah direncanakan sebelumnya, maka negara dapat membuat rencana-rencana untuk medukung pembelanjaan tersebut. Misalnya, telah direncanakan dan dianggarkan akan membangun proyek pembangunan jalan dengan nilai sekian miliar. Maka, pemerintah dapat mengambil tindakan untuk mempersiapkan proyek tersebut agar bisa berjalan dengan lancar.
 Fungsi pengawasan, berarti anggaran negara harus menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahnegara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian akan mudah bagi rakyat untuk menilai apakah tindakan pemerintah menggunakan uang negara untuk keperluan tertentu itu dibenarkan atau tidak.
 Fungsi alokasi, berarti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya serta meningkatkan efesiensi dan efektivitas perekonomian.
 Fungsi distribusi, berarti bahwa kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan
 Fungsi stabilisasi, memiliki makna bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.
b. Prinsip penyusunan APBN
Berdasarkan aspek pendapatan, prinsip penyusunan APBN ada tiga, yaitu:
 Intensifikasi penerimaan anggaran dalam jumlah dan kecepatan penyetoran.
 Intensifikasi penagihan dan pemungutan piutang negara.
 Penuntutan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh negara dan penuntutan denda.
Sementara berdasarkan aspek pengeluaran, prinsip penyusunan APBN adalah:
 Hemat, efesien, dan sesuai dengan kebutuhan.
 Terarah, terkendali, sesuai dengan rencana program atau kegiatan.
 Semaksimah mungkin menggunakan hasil produksi dalam negeri dengan memperhatikan kemampuan atau potensi nasional.
c. Azas penyusunan APBN
APBN disusun dengan berdasarkan azas-azas:
 Kemandirian, yaitu meningkatkan sumber penerimaan dalam negeri.
 Penghematan atau peningkatan efesiensi dan produktivitas.
 Penajaman prioritas pembangunan
 Menitik beratkan pada azas-azas dan undang-undang negara



C. Pendidikan di Indonesia

Gambar 2.3 Pendidikan Di Indonesia
Pendidikan di Indonesia adalah seluruh pendidikan yang diselenggarakan di Indonesia, baik itu secara terstruktur maupun tidak terstruktur. Secara terstruktur, pendidikan di Indonesia menjadi tanggung jawab Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia(Kemdiknas), dahulu bernama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Depdikbud). Di Indonesia semua penduduk wajib mengikuti pendidikan dasar selama sembilan tahun, enam tahun di sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah dan tiga tahun di sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah.
Pendidikan didefinisikan sebagai usaha terencana untuk membangun lingkungan belajar dan proses pembelajaran, sehingga para anak didik dapat secara giat mengembangkan potensi masing-masing guna memperbaiki taraf kerohanian, kesadaran, kepribadian, kecerdasan, keetisan, dan kekreatifan yang sesuai bagi masing-masing, bagi sesama warga negara, maupun bagi bangsa. Konstitusi nasional juga mencantumkan bahwa pendidikan di Indonesia terbagi ke dalam dua bagian utama, yaitu formal dan non-formal. Pendidikan formal dibagi lagi ke dalam tiga tingkatan, yaitu dasar, menengah, dan tinggi.


D. Dana BOS
1. Pengertian BOS




Gambar 2.4 Dana BOS
BOS adalah program pemerintah untuk penyediaan pendanaan biaya nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana program wajib belajar.
2. Tujuan Bantuan Operasional Sekolah
Secara umum program BOS bertujuan untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dalam rangka wajib belajar 9 tahun yang bermutu.
Secara khusus program BOS bertujuan untuk:
a. Menggratiskan seluruh siswa miskin di tingkat pendidikan dasar dari beban biaya operasional sekolah, baik di sekolah negeri maupun sekolah swasta.
b. Menggratiskan seluruh siswa SD negeri dan SMP negeri terhadap biaya operasional sekolah, kecuali pada rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) dan sekolah bertaraf internasional (SBI).
c. Meringankan beban biaya operasional sekolah bagi siswa di sekolah swasta.
3. Sasaran Program dan Besar Bantuan
Sasaran program BOS adalah semua sekolah SD dan SMP, termasuk Sekolah Menengah Terbuka (SMPT) dan Tempat Kegiatan Belajar Mandiri (TKBM) yang diselenggarakan oleh masyarakat, baik negeri maupun swasta di seluruh provinsi di Indonesia. Program Kejar Paket A dan Paket B tidak termasuk sasaran dari program BOS ini.
Besar biaya satuan BOS yang diterima oleh sekolah termasuk untuk BOS Buku, dihitung berdasarkan jumlah siswa dengan ketentuan:
• ¾ SD/SDLB di kota : Rp 400.000,-/siswa/tahun
• ¾ SD/SDLB di kabupaten : Rp 397.000,-/siswa/tahun
• ¾ SMP/SMPLB/SMPT di kota : Rp 575.000,-/siswa/tahun
• ¾ SMP/SMPLB/SMPT di kabupaten : Rp 570.000,-/siswa/tahun
4. Waktu Penyaluran Dana
Tahun Anggaran 2009, dana BOS akan diberikan selama 12 bulan untuk periode Januari sampai Desember 2009, yaitu semester 2 tahun pelajaran 2008/2009 dan semester 1 tahun pelajaran 2009/2010. Penyaluran dana dilakukan setiap periode 3 bulanan, yaitu periode Januari-Maret, April-Juni, Juli-September dan Oktober-Desember. Penyaluran diharapkan dilakukan di bulan pertama setiap triwulan.
5. Landasan Hukum
Landasan hukum dalam pelaksanaan program BOS Tahun 2009 meliputi semua peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu:
a. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945.
b. Undang-Undang No. 17 Tahun 1965 tentang Pembentukan Badan Pemeriksa Keuangan.
c. Undang-Undang No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 43 Tahun 1999.
d. Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
e. Undang-Undang No. 17 Tahun 2000 tentang Bendaharawan Wajib Memungut Pajak Penghasilan.
f. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
g. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
h. Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
i. Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
j. Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
k. Peraturan Pemerintah No. 106 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan dalam pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.
l. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom.
m. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
n. Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar
o. Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan
p. Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2006 tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara.
q. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 036/U/1995 tentang Pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar.
r. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 060/U/2002 tentang Pedoman Pendirian Sekolah.
s. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 078/M/2008 Tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi 145 Judul Buku Teks Pelajaran Yang Yang Hak Ciptanya Dibeli Oleh Departemen Pendidikan Nasional
t. Peraturan Mendiknas No. 46 Tahun 2007 Tentang Penetapan Buku Teks Pelajaran Yang Memenuhi Syarat Kelayakan Untuk Digunakan Dalam Proses Pembelajaran
u. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 2 Tahun 2008 Tentang Buku Panduan BOS & BOS Buku 6 Panduan BOS & BOS Buku
v. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 12 Tahun 2008 Tentang Penetapan Buku Teks Pelajaran Yang Memenuhi Syarat Kelayakan Untuk Digunakan Dalam Proses Pembelajaran
w. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 28 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 13 Tahun 2008 tentang Harga Eceran Tertinggi Buku Teks Pelajaran Yang Hak Ciptanya Dibeli Oleh Departemen Pendidikan Nasional
x. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 34 Tahun 2008 Tentang Penetapan Buku Teks Pelajaran Yang Memenuhi Syarat Kelayakan untuk Digunakan dalam Proses Pembelajaran (SD: PKn, IPA, IPS, Matematika, Bahasa Indonesia dan SMP: IPA, IPS, Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris)
y. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 41 Tahun 2008 Tentang Penetapan Buku Teks Pelajaran Yang Memenuhi Syarat Kelayakan untuk Digunakan dalam Proses Pembelajaran
z. Surat Edaran Dirjen Pajak Departemen Keuangan Republik Indonesia No. SE-02/PJ./2006, tentang Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan Sehubungan dengan Penggunaan Dana Bantuan Operasional (BOS) oleh Bendaharawan atau Penanggung-Jawab Pengelolaan Penggunaan Dana BOS di Masing-Masing Unit Penerima BOS.


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian
Dalam melakukan penulisan ini penulis menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif adalah metode penulisan non hipotesis yang bertujuan menggambarkan keadaan yang datanya berupa kuantitatif dan kualitatif (Arikunto: 1998; 245). Data kuantitatif berupa angka-angka hasil perhitungan, kemudian dibandingkan dan diklasifikasikan. Sedangkan data kualitatif digambarkan dengan kata-kata menurut kategori untuk mendapat kesimpulan. Metode ini dipilih karena penulisan ini menyangkut upaya penulis untuk mengukur efektifitas program BOS guna meningkatan mutu pendidikan di indonesia. Data kuantitatif digunakan untuk mengetahui implikasi peningkatan mutu pendidikan dengan peningkatan pemasukan pajak negara. Dalam penulisan ini, metode deskriptif mempermudah penulis mengukur pelaksanaan program BOS guna meningkatan mutu pendidikan dan mengetahui implikasinya terhadap peningkatan pemasukan pajak di Indonesia.

B. Waktu dan Tempat Penulisan
A. Waktu Penulisan
Penulisan dilaksanakan mulai tanggal 1-20 Oktober 2010.
B. Tempat Penulisan
Penulisan ini dilakukan di:
a. Rumah Ichwan Santoso
Desa Sampung, Kec. Sampung, Kab. Ponorogo.
b. SMA Negeri 1 Ponorogo
Jalan Budi Utomo No. 1 Ponorogo



C. Kegiatan Penelitian
Tabel 3.1 Kegiatan Penelitian
No Kegiatan Waktu Tempat
1 Merumuskan Judul 1 Oktober 2010 SMA 1 Ponorogo
2 Mencari Kajian Pustaka dari Buku-Buku,Media Cetak dan Elektronik 2-9 Oktober 2010 Menyesuaikan
3 Penyebaran Angket 10 Oktober 2010 SMA 1 Ponorogo
4 Rekapitulasi Data Angket 11 Oktober 2010 Rumah Ichwan Santoso
5 Konsultasi dengan pembina 12 Oktober 2010 Menyesuaikan
6 Pengolahan data dan penyusunan karya tulis 13-20 Oktober 2010 Menyesuaikan

D. Instrumen Penelitian
Pada penulisan ini , peneliti menggunakan beberapa instrumen penulisan sebagai berikut:
1. Angket : Instrumen ini digunakan untuk mengetahui keadaan suatu obyek dengan cara memberikan pertanyaan tertulis pada selembar kertas. Biasanya pertanyaan angket disusun dalam bentuk multiple choice dengan tambahan beberapa jawaban subyektif. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan instrumen ini untuk mengetahui tanggapan masyarakat terhadap program BOS yang dicanangkan pemerintah guna meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.
2. Kajian Literatur : Peneliti melakukan kajian literatur baik dari media internet, buku, maupun dari majalah untuk mengetahui pelaksanaan program BOS di Indonesia.
3. Foto: adalah instrumen yang digunakan untuk menelaah segi-segi subyektif dan hasilnya dianalisis secara induktif yaitu menganalisis data khusus untuk mendapatkan gambaran yang bersifat umum. Pada penulisan ini, foto diambil dari foto yang dihasilkan orang lain maupun penulis sendiri.

E. Sampel Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti memilih sampel penelitian dari siswa SMA Negeri 1 Ponorogo dari kelas X, XI, dan XII masing-masing:
1. 50 siswa kelas X
2. 50 siswa kelas XI
3. 50 siswa kelas XII

F. Responden Penelitian
Untuk memperoleh data, peneliti memilih responden penelitian dari Pelajar dari SMAN 1 Ponorogo sebanyak 150 siswa. 150 responden ini akan diberi angket guna mengumpulkan data tentang pendapat masyarakat terhadap program BOS yang dicanangkan pemerintah

BAB VI
KESIMPILAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Program BOS dicanangkan pemerintah guna meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia melalui pemerataan dana pendidikan yang dialokasikan dari dana APBN. Program BOS bertujuan untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dalam rangka wajib belajar 9 tahun yang bermutu
2. Masyarakat mendukung dilaksanakannya program BOS. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Akan tetapi, efektifitas dari program BOS ini belum maksimal. Hal ini dikarenakan banyak faktor penghambat. Di antaranya adalah belum meratanya penyaluran dana BOS. Meskipun begitu, damapak nyata dari program BOS ini sudah muncul di masyarakat. hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan mutu pendidikan di Indonesia.
3. Meningkatnya mutu pendidikan di Indonesia dapat meningkatkan pula mutu SDM di Indonesia. Dengan begitu, pendapatan per kapita akan meningkat. Rakyat sebagai subjek pajak akan dikenakan pajak penghasilan dan pajak lain. Seiring dengan peningkatan pendapatan per kapita maka akan meningkat pula jumlah pemasukan pajak, baik dari pajak penghasilan maupun dari pajak lainnya.

B. SARAN
1. Hendaknya upaya peningkatan mutu pendidikan di Indonesia lebih digencarkan lagi.
2. Hendaknya pelaksanaan program BOS diawasi lebih ketat agar lebih efektif lagi.
3. Hendaknya dilakukan sosialisasi lebih jauh guna meningkatkan kesadaran masyarakat dalam membayar pajak.

DAFTAR PUSTAKA
_____. 2010. Program BOS dan Wajar 9 Tahun Yang Bermutu (online http://www.pdkjateng.go.id/index.php?option=com _content&task=view&id=43&Itemid=62 diakses tanggal 5 Oktober 2010).
_____. 2010. Arah Pendidikan Belum Juga Jelas. http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=263991 diakses tanggal 5 Oktober 2010).
_____. 2010. Program BOS Belum Transparan (online http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/berita/10/08/11/129478-program-bos-belum-transparan diakses tanggal 5 Oktober 2010).
_____. 2010. DANA PROGRAM BOS DINAIKKAN (online http://www.diknas-padang.org/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid =27&artid=610 diakses tanggal 5 Oktober 2010).
_____. 2010. DANA BOS PERIODE JANUARI – MARET 2010 TELAH CAIR (online http://www.magelangkab.go.id/index.php?option=com _content&view =article&id=637:dana-bos-periode-januari-maret-2010-telah-cair&catid=184:beritapendidikan&Itemid=221 diakses tanggal 5 Oktober 2010).
_____. 2010. Tingkat Kelulusan UN 2010 Menurun (online http://metrotvnews.com/index.php/metromain/newsvideo/2010/04/25/104101/Tingkat-Kelulusan-UN-2010-Menurun diakses tanggal 5 Oktober 2010).
_____. 2010. TINGKAT KELULUSAN UN UTAMA 2010 CAPAI 89,61 PERSEN (online http://www.depkominfo.go.id/berita/bipnewsroom /tingkat-kelulusan-un-utama-2010-capai-8961-persen/ diakses tanggal 5 Oktober 2010).

No comments:

Post a Comment

komentar yang baik sangat diterima